Selasa, 15 Juli 2014

AALI dan LSIP jadi pilihan trading minggu ini

Astra Agro Lestari (AALI) dan PT London Sumatra Plantation merupakan emiten yang memproduksi kelapa sawit (CPO). Produksi CPO AALI berkembang hingga ~ 20% hingga akhir bulan Mei 2014 ini. Namun harga komoditas CPO di dunia mengalami penurunan harga. Penurunan tersebut dinilai tidak berpengaruh terhadap nilai harga saham emiten disektor CPO.
NS Aji Martono, Direktur PT Capital Bridge Indonesia menilai penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) dari kisaran RM2.910 ke RM2.411 per ton, tidak terlalu berpengaruh pada laju saham-saham di sektor CPO.
“Jika melihat beberapa saham CPO sebenarnya masih relatif bertahan seperti PT Astra Agro Lestari (AALI) dan PT London Sumatera Plantation (LSIP),” katanya kepada INILAHCOM.
Bertahannya harga saham tersebut mengindikasi bahwa hanya harga komoditas CPO yang turun. Banyak yang memprediksi harga komoditas CPO akan segera menguat di 2014. Dari faktor tersebut, harga komoditas CPO tidak berpengaruh signifikan terhadap harga sahamnya dan diproyeksikan harga saham emiten CPO akan naik.
Dilihat dari sisi technikalnya emiten disektor CPO, juga mengindikasikan sinyal naik. Berikut ini ditampilkan chart AALI dan LSIP (sumber Yahoo Finance)


Chart dari kedua emiten tersebut cenderung mirip. Indikator Bollinger Bands dari keduanya menunjukkan posisi yang bagus untuk entry. Harga saham keduanya berada pada batas Bollinger Bands bawah. Hal ini mengindikasikan harga saham akan terpantul berbalik arah. Selain itu jarak garis Bollinger Bands atas dengan garis bawah juga lebar. Hal tersebut menunjukkan volatilitas yang cukup besar. Indikator pendukung lainnya, Stochastic Slow, kedua grafik menunjukkan garis stochastic berada disekitar 20. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan harga yang terjadi telah mengalami oversold. Sehingga secara psikologi trading, para investor akan mulai berbalik melakukan entry.
Indikator yang paling bawah adalah MFI (Money Flow Index). MFI ini mengukur arus uang yang masuk dan keluar dengan volumenya. MFI kedua emiten berada disekitar dibawah 40. Hal ini menunjukkan harga sudah mulai oversold. Indikator Parabollic SAR akan berubah warna hijau ketika harga sudah mengalami pembalikan. Dari analisa technikal tesebut, kedua emiten tersebut memiliki sinyal beli yang cukup kuat.
happy trading

Minggu, 12 Februari 2012

sepekan BUMI turun, ada apa ya??

Sepekan ini, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melemah 8,3%. Hal ini dipengaruhi kabar adanya pergantian manajemen di Bumi Plc.
"Krisis yang terjadi dengan Rothschild, publik masih belum mengetahui kondisi di dalam seperti apa," ujar Kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomo ketika dihubungi INILAH.COM, akhir pekan ini.
Seperti diketahui, Nathaniel Rothschild, pendiri Bumi Plc, berniat diganti dari posisi puncak di perusahaan. Agenda pergantian direksi tersebut diumumkan Bumi Plc di situs resminya pada akhir pekan lalu, 3 Februari 2012.
Rencana itu muncul, setelah pergantian pemilik dari Grup Bakrie ke PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN). Adapun BORN merupakan pemegang lebih dari 5% saham yang berbasis di London tersebut.

Kamis, 02 Februari 2012

ADARO is going up

Adaro energi di prediksi akan naik ke level 2000 dan terus menguat dalam jangka waktu menengah. buy signal.
Pada perdagangan tadi (2/2/12) adaro energy di banjiri investor asing, hal ini membuat harganya menguat 90 poin. Selain itu adanya berita pembagian deviden menjadi salah satu aspek adaro saham pilihan bulan ini, berita terkait sbb :

Selasa, 06 September 2011

ASII Akuisisi 95% Saham Jalan Tol Kertosono-Mojokerto

PT Astratel Nusantara (Astratel), anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) menandatangani dokumen pengalihan saham atas 95 persen saham-saham PT Marga Hanurata Intrinstic (MHI) dari PT Natpac Graha Arthamas (Natpac).

Dengan demikian, komposisi pemegang saham MHI setelah akuisisi tersebut menjadi 95 persen Astratel dan lima persen Natpac. Untuk akuisisi tersebut, Astratel membayar sekira Rp750 miliar kepada Natpac.

Dana tersebut berasal dari internal funding induk perusahaan, ASII. Akuisisi ini dinilai strategis, karena merupakan kelanjutan dari langkah Grup Astra dalam bidang infrastruktur, khususnya pengembangan jalan tol di Indonesia.

"Kami berupaya ikut serta dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional, yakni dengan pengembangan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan Indonesia,” ujar Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto dalam keterangan tertulisnya kepada okezone, di Jakarta, Selasa (6/9/2011).

Sekadar informasi, MHI adalah perusahaan yang telah menandatangani Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan MHI akan melaksanakan pengusahaan jalan tol ruas Kertosono-Mojokerto sepanjang 40,5 km, yang meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknik, melaksanakan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol tersebut.

Biaya proyek jalan tol ini secara keseluruhan diperkirakan adalah sekira Rp3,5 triliun termasuk biaya pembebasan tanah dan konstruksi. MHI sekarang ini telah masuk dalam tahap proses pembebasan tanah dan melakukan pekerjaan konstruksi.

Dengan akuisisi MHI ini, maka Astratel telah memiliki tiga ruas tol, termasuk PT Marga Mandalasakti (MMS) yang mengoperasikan jalan tol ruas Tangerang-Merak sepanjang 72,5 km dan PT Marga Trans Nusantara (MTN) yang akan membangun dan mengoperasikan jalan tol ruas Kunciran-Serpong sepanjang 11,2 km bekerja sama dengan PT Jasa Marga Tbk.

Total penyertaan Astratel untuk ketiga jalan tol ini mencapai Rp3,4 triliun dengan total panjang jalan 124,15 km, di mana 72,5 km yang dikelola oleh MMS telah beroperasi. Astratel yang didirikan 12 Oktober 1992 merupakan perusahaan induk untuk Divisi Infrastruktur dalam Grup Astra.

Senin, 05 September 2011

TINS kembangkan produk turunan

PT Timah Tbk (TINS) sedang berupaya untuk meningkatkan pendapatan dengan mengembangkan produk turunan.

Perseroan mengincar kenaikan pendapatan hingga 50% dengan menargetkan penjualan produk dari tin chemical, tin solder dan tin alloy. Saat ini penjualan produk ini mendorong 10% pendapatan perseroan.

Pada perdagangan kemarin saham TINS ditutup turun Rp25 menjadi Rp2.200 dengan volume perdagangan 11.097 saham senilai Rp12,2 miliar dan sebanyak 360 kali transaksi.

BBRI dan PTBA jadi pilihan

rekomendasi selasa 6, september 2011

   Melihat banyaknya faktor yang mendorong IHSG naik kemarin, membuat banyak saham blue chip naik. Seperti BBRI, ANTM, BMRI, dll.
   Pada perdagangan kemarin BBRI di tutup naik di level 6,650 atau naik 100 point. Berdasarkan berita public, BBRI mendapatkan bonus terbesar diantara bank lainnya. Hal ini memungkinkan banyak investor yang berminat menanamkan modalnya sehingga harga saham tsb naik. Selain itu dalam analisa teknikal, BBRI menunjukkan signal BUY. Di perkirakan BBRI akan naik dalam jangka waktu kurang lebih 1 minggu.

   Sedangkan PTBA memiliki potensi yang tinggi untuk naik, karena selain harganya yang sudah rendah PTBA adalah perusahaan batu bara yang mana harga batu bara di dunia naik. Sehingga harga PTBA akan segera naik. Diperkirakan PTBA akan naik dalam jangka pendek. rekomendasi BUY.

   rekomendasi :
     1. PTBA
     2. ANTM
     3. BBRI

happy investing..

Laba PGAS turun 1,2%

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN/PGAS) di semester I 2011 menjaring pendapatan usaha sebesar Rp9.406,40 milyar dibandingkan semester I 2010 dengan pendapatan Rp9.523,04 milyar, susut sekitar 1,2 persen.

Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan manajemen PGN, penurunan pendapatan usaha malah dibarengi dengan kenaikan beban pokok sebesar 2,2 persen yoy menjadi Rp3.551,0 milyar.

Ini membuat posisi laba kotor tergerus 3,2 persen yoy menjadi Rp5.855,39 milyar dari Rp6.047,74 milyar. Laba operasi PGN di paruh pertama tahun ini juga berkurang dari Rp4.565,62 milyar dari sebelumnya Rp4.054,68 milyar.

Untung saja PGN mampu menjaring laba perubahan nili wajar derivatif sebesar Rp199,97 milyar dan pendapatan keuangan Rp171,38 milyar serta laba forex sehingga posisi laba periode berjalan mampu terangkat walaupun hanya naik tipsi dari Rp3.321,23 milyar menjadi Rp3.351,80 milyar.